Senin, 08 Maret 2010

PRAKTIK PENGAUDITAN INTERNAL DAN PERAN KOMITE AUDIT PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR

PRAKTIK PENGAUDITAN INTERNAL DAN PERAN KOMITE AUDIT PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR

Posted January 7th, 2008 by fas

· Pengauditan Internal

A. PROFIL ORGANISASI

Antam adalah perusahaan tambang dan logam Indonesia milik negara yang telah melakukan aktivitas eksplorasi, eksploitasi, produksi, proses manufaktur, permurnian serta pemasaran ke seluruh dunia sejak tahun 1968. Antam memiliki pendapatan dalamUS dollar dan mengekspor bijih nikel ke Jepang dan Cina, memproses bijih nikel menjadi feronikel untuk penjualan ke perusahaan-perusahaan stainless steel di Eropa dan Asia Timur. Antam juga menjual emas dan produk sampingan dari proses pemurnian emas, yaitu perak, ke pengusaha perhiasan di Indonesia dan luar negeri. Bauksit Antam, yang merupakan bahan baku untuk alumina, dijual ke Jepang dan Cina. Antam mengoperasikan satu-satunya pabrik pemurnian logam mulia di Indonesia.
Dalam hal aset, budaya, dan cara pandang, Antam adalah suatu perusahaan yang terdiversikasi. Namun Antam adalah suatu perusahaan nikel paling tidak hingga akhir dekade ini. Antam terintegrasi secara vertikal. Namun Antam juga bergerak lebih jauh ke bidang hilir untuk menjadi perusahaan yang memproses dan memproduksi logam. Kekuatan Antam antara lain adalah biaya operasinya yang murah, walaupun biaya tunai feronikel pada saat ini cukup tinggi berhubung tingginya harga bahan bakar, dan cadangan tambangnya yang besar.
Antam dimiliki 5% oleh publik, dimana mayoritas dari kepemilikan publik tersebut dikuasai oleh lembaga-lembaga internasional,yang telah memiliki Antam untuk beberapa tahun. Tercatat di Bursa Efek Jakarta dan Australia, Antam dikenal sebagai perusahaanyang memiliki tata kelola yang baik dengan transparansi yang tinggi. Antam memiliki hubungan yang baik dengan karyawan dan memiliki pelanggan-pelanggan yang telah memiliki hubungan jangka panjang, puas dan loyal.
Visi 2010 Antam adalah menjadi perusahaan pertambangan berstandar internasional yang memiliki keunggulan kompetitif di pasar global. Berdasarkan visi ini, Antam mempunyai aspirasi untuk menjadi suatu perusahaan pertambangan yang jauh lebih besar dan lebih baik. Perusahaan Pertambangan yang lebih besar, lebih proaktif, lebih produktif, lebih berorientasi ke masa depan, lebih menguntungkan, lebih seimbang dan lebih kompetitif di pasar internasional.
Misi Antam, secara singkat, adalah untuk memenuhi semua komitmen dan kewajiban kepada para stakeholders yakni:
• Pemegang saham melalui pertumbuhan laba yang berkesinambungan dan terus-menerus dengan beroperasi secara sangat efisien
• Karyawan dengan meningkatkan kesejahteraan mereka melalui suasana kerja yang sehat, aman dan memuaskan
• Pelanggan dengan menyediakan produk-produk berkualitas tinggi
• Publik dan masyarakat dengan berpartisipasi aktif dalam usaha-usaha untuk memperbaiki kesejahteraan masyarakat sekitar dan menjaga lingkungan hidup dari wilayah tambang
Tujuan utama Antam adalah untuk meningkatkan nilai pemegang saham berdasarkan strategi berikut:

a. Fokus pada Bisnis Inti
Antam akan terus menempatkan fokus pada segmen bisnis yang Antam paling ketahui dan kuasai yaitu nikel, emas dan bauksit. Selama 35 tahun lebih, Antam telah menguasai keahlian yang mendalam di bidang eksplorasi, eksploitasi, pemrosesan dan pemasaran produk-produk dalam segmen ini. Antam akan memanfaatkan kekuatan Antam di bidang ini untuk memastikan keuntungan yang bersifat jangka panjang.

b. Menciptakan Pertumbuhan yang Berkesinambungan
Antam merencanakan untuk menciptakan pertumbuhan yang berkesinambungan melalui tindakan-tindakan berikut:
• Meningkatkan kualitas cadangan
• Menciptakan nilai tambah dengan mengurangi penjualan bahan mentah dan meningkatkan aktivitasaktivitas pemrosesan di bidang hilir
• Penambahan kapasitas yang berkesinambungan untuk meningkatkan penghasilan kas dan menurunkan biaya per unit
• Usaha yang terus menerus untuk mengefisienkan biaya
• Kerjasama strategis dan akuisisi
• Kesinambungan lingkungan dan sosial

c. Mempertahankan Kekuatan dan Kesehatan Keuangan
Antam mempertahankan kekuatan dan kesehatan keuangannya melalui neraca yang solid dan likuiditas yang sehat untuk meningkatkan nilai pemegang saham. Dengan menghasilkan sebanyak mungkin kas, Antam memastikan bahwa Antam memiliki cukup dana untuk membayar hutang, mendanai pertumbuhan dan membayar dividen. Selain itu, posisi kas yang kuat dan didukung dengan fasilitas modal kerja akan mempertahankan fleksibilitas dan memberikan perlindungan dari tekanan-tekanan eksternal dandari keadaan dimana harga-harga komoditas tidak mendukung.

B. PENGENDALIAN INTERNAL

Pengendalian internal adalah suatu proses yang dilaksanakan oleh dewan direksi, manajemen, dan personel lainnya dalam suatu entitas, termasuk di dalamnya kebijakan dan prosedur yang dirancang untuk memberikan keyakinan yang memadai dalam menyediakan informasi keuangan yang handal, menjamin dipatuhinya hukum dan peraturan yang berlaku, serta efektivitas dan efisiensi operasi.
Pengendalian internal dapat mencegah kerugian atau pemborosan pengolahan sumber daya perusahaan serta dapat menyediakan informasi tentang bagaimana menilai kinerja perusahaan dan manajemen perusahaan serta menyediakan informasi yang akan digunakan sebagai pedoman dalam perencanaan.

Elemen-elemen Pengendalian Intern:
1. Lingkungan Pengendalian (Control Environment)
2. Penilaian Resiko (Risk Assesment)
3. Prosedur Pengendalian (Control Procedure)
4. Pemantauan (Monitoring)
5. Informasi dan Komunikasi (Information and Communication)

Direksi bertanggung jawab mengelola keuangan serta proses pelaporannya lebih lanjut, Direksi bertindak merancang sistem pengendalian internal terhadap proses pelaporan keuangan. Di Indosat sistem pengendalian internal mencakup suatu mekanisme komprehensif dari suatu standard operating procedure, jalur pelaporan dan struktur akuntabilitas.

C. PRAKTIK INTERNAL AUDIT

Internal Audit Antam secara struktural bertanggung jawab kepada Direktur Utama, dan mempunyai hubungan fungsional dengan Komite Audit. Internal Audit mempunyai misi membantu Direktur Utama dalam menjalankan fungsi pengawasan untuk memastikan bahwa pengendalian internal, manajemen risiko, dan implementasi tata kelola perusahaan pada proses-proses dalam perusahaan telah berjalan sesuai dengan ketentuan. Satuan kerja ini juga memberikan jasa konsultasi dan sebagai katalisator untuk membantu manajemen.
Lingkup pekerjaan Internal Audit sesuai Internal Audit Charter meliputi Etika dan Norma Pemeriksaan, penelaahan atas kinerja perusahaan, pelaksanaan GCG, pasca tambang, remunerasi, nominasi dan SDM, pengaduan karyawan dan pihak ketiga, pelaporan risiko dan pelaksanaan manajemen risiko, pelaksanaan tugas khusus, hubungan dengan pihak lain, kepatuhan terhadap peraturan perundangan dan pelaksanaan aktivitas konsultasi lainnya. Internal Audit bekerja sama dengan Tim Manajemen Risiko dalam penyusunan Program Kerja Pemeriksaan Tahunan Berbasis Risiko (PKPTBR).
Internal Audit Antam mempunyai visi ingin menjadi Internal Audit yang profesional dan mitra manajemen yang independen dan terpercaya guna mencapai visi dan misi perusahaan. Untuk dapat merealisasikan visinya Internal Audit menjalankan program transformasi yang mencakup 3 sasaran utama yaitu pertama, right direction, adanya ketepatan dan keselarasan arah yang tertuang dalam internal audit charter, kebijakan, prosedur dan pedoman audit; kedua, right people, mewujudkan internal auditor yangprofesional agar mampu menjalankan fungsi pengawas, konsultan dan katalisator guna memperbaiki operasi dan memberikan nilai tambah bagi perusahaan; ketiga, properly equipped, diperlengkapi dengan baik berupa metodologi audit berbasis risiko, tools & technology, dan knowledge management guna menunjang efektivitas dan efisiensi tugas Internal Audit.
Internal Audit telah berhasil memenuhi seluruh target (Key Performance Indicator) yang ditetapkan untuk tahun 2006. Realisasi Laporan Hasil Audit (LHA) tahun 2006 sebanyak 11 LHA. Pada tahun 2006 dilaksanakan assessment terhadap satuan kerja Internal Audit oleh konsultan independen (Ernst & Young) dalam rangka memelihara quality assurance secara berkala (3 tahunan). Pada tahun ini telah dilakukan revisi terhadap Internal Audit Charter sesuai rekomendasi hasil assessment.
Pada tahun 2007 diimplementasikan PKPTBR dengan pendekatan proses bisnis yang berisiko tinggi baik di level korporasi maupun unit bisnis. Jumlah LHA yang direncanakan pada tahun 2007 sebanyak 15 LHA. Pada tahun 2007 akan dilaksanakan program-program inisiatif sesuai rekomendasi hasil assessment antara lain restrukturisasi organisasi Internal Audit, dan penempatkan kembali personel Internal Audit sesuai persyaratan organisasi yang baru, baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Untuk memenuhi hal ini dilakukan program assessment terhadap personel Internal Audit yang ada maupun kader berdasarkan job profile Internal Auditor yang meliputi 3 kriteria yaitu auditor yunior, madya dan senior; Untuk mengembangkan Internal Auditor profesional dilakukan program pelatihan dan pengembangan Internal Auditor secara berkesinambungan. Mengingat keterbatasan jumlah SDM dari internal perusahaan, direncanakan untuk merekrut senior auditor dari luar. Untuk ketepatan arah, akan dilakukan program review dan revisi terhadap kebijakan, prosedur dan pedoman audit yang ada.

D. PERAN KOMITE AUDIT

Fungsi utama Komite Audit adalah membantu Komisaris dalam melaksanakan fungsi pengawasannya dalam konteks meyakinkan bahwa :
1. Laporan keuangan perusahaan yang dipublikasikan telah memenuhi ketentuan yang berlaku, termasuk diterapkannya Standar Akuntansi yang sesuai;
2. Risiko usaha telah dikelola dengan baik dan sistem pengendalian internal telah dilaksanakan secara memadai, serta;
3. Aktivitas usaha telah dilaksanakan dengan beretika dan sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Tugas-tugas tersebut dilaksanakan melakukan interaksi yang intensif dengan Direksi, manajemen dan auditor internal serta auditor eksternal. Komite Audit tidak menduplikasi pekerjaan pihak-pihak tersebut tetapi mengandalkan sepenuhnya pada informasi yang disampaikan oleh pihak-pihak terkait tersebut.
Berkaitan dengan hal yang dikemukakan di atas, perlu ditegaskan bahwa Direksi bertanggung-jawab sepenuhnya atas penyajian laporan keuangan yang sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum dan ketentuan yang berlaku, kecukupan dalam pengelolaan risiko, dan keandalan dari sistem pengendalian internal serta kepatuhan terhadap undang-undang dan peraturan-peraturan yang berlaku. Sedangkan auditor internal dan auditor eksternal bertanggung-jawab atas pelaksanaan auditnya.
Komite Audit membahas dan mengkaji perencanaan audit auditor internal dan auditor eksternal dan secara berkala membahas temuan-temuan mereka. Pada saat finalisasi audit laporan keuangan, auditor eksternal menyampaikan isu-isu signifikan yang ditemui dalam pelaksanaan auditnya dan membahasnya dengan Komite Audit.
Salah satu fokus utama Komite Audit pada tahun 2006 adalah upaya untuk meningkatkan kinerja Auditor Internal, upaya ini dilaksanakan antara lain dengan:
1. Menyarankan agar fungsi auditor internal dikaji oleh konsultan independen.
2. Mendorong perubahan dalam pendekatan audit dari pendekatan konvensional yang lebih cenderung bersifat compliance audit
menjadi pendekatan audit yang berbasis risiko serta lebih bersifat mitra bagi manajemen.
3. Memonitor kemajuan terlaksananya kedua hal diatas secara periodik.

Selain upaya untuk meningkatkan kinerja auditor internal, selama tahun 2006, Komite Audit bersama dengan Komite Manajemen Risiko juga membahas isu-isu penting yang terkait dengan:
1. Proses akuntansi dan penyusunan laporan keuangan;
2. Pelaksanaan cost reduction program;
3. Rencana investasi pada proyek alumina Tayan;
4. Manajemen dana pensiun;
5. Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL).

DAFTAR PUSTAKA

http://www.antam.com/Overview/documents/Audit%20Committee%20Charter.pdf

http://www.antam.com/Overview/documents/10%20Audit%20and%20Control.%20ed...

http://www.antam.com/Overview/Presentations/PE2003-FL-02-english-public....

Rabu, 03 Maret 2010

KAWASAN HEMAT ENERGI HARAPAN DAN KENYATAAN

A. Pendahuluan
Hemat energi merupakan isu yang sedang dikumandangkan oleh berbagai lapisan masyarakat balk pemakai energy maupun pihak yang memproduksi perakuan energy. Undang Undang NO.30 Tahun 2007 Tentang Energi antara lain menetapkan bahwa konservasi energy nasional menjadi tanggung jawab Pemerintah, pemerintah daerah, pengusaha, dan masyarakat. Konservasi energi adalah penggunaan energi secara efisien dan rasional tanpa mengurangi penggunaan energi yang memang benar-benar diperlukan.

Bahkan pengguna energi dan produsen peralatan hemat energi yang melaksanakan konservasi energi diberi kemudahan dan/atau insentif oleh Pemerintah dan/atau pemerintah daerah, namun sebaliknya pengguna sumber energi dan pengguna energi yang tidak melaksanakan konservasi energi diberi disinsentif oleh Pemerintah dan/atau pemerintah daerah.

Sebagai tindak lanjut dari peraturan tersebut Presiden mengeluarkan Instruksi Presiden NO. 2Tahun 2008 tentang Penghematan Energi dan Air . Pada instruksi tersebut antara lain menginstniksikan kepada Pimpinan aparatur negara di pusat dan daerah untuk;
• Melakukan langkah-langkah dan inovasi penghematan energi dan air di lingkungan   instansi masing-masing dan/atau di lingkungan BUMN dan BUMD sesuai kewenangan masing-masing dengan berpedoman pada Kebijakan Penghematan Energi dan Air,
• Melaksanakan program dan kegiatan penghematan energi dan air sesuai Kebijakan Penghematan Energi dan Air yang telah ditetapkan,
• Melakukan sosialisasi dan mendorong masyarakat yang berada di wilayah masing-masing untuk melaksanakan penghematan energi dan air,
• Membentuk gugus tugas di lingkungan masing-masing untuk mengawasi pelaksanaan   penghematan energi dan air.

Puspiptek bekerja sama dengan B2TE BPPT melaksanakan program Hemat Energi dalam rangka mempersiapkan Kawasan Hemat Energi di kawasan Puspiptek. Tujuan melakukan kawasan hemat energi adalah menurunkan intensitas penggunaan energi dan air di kawasan Puspiptek secara rasional dan berkelanjulan, tanpa mengurangi kualitas layanan, kinerja, keselamatan, produktivitas, kenyamanan, dan keamanan .

Sasaran kegiatan kawasan hemat energy adalah tersusun dan diterapkannya sistem manajemen energi dan air di kawasan Puspiptek secara konsisten dan berkelanjulan. Antara lain melalui:
1. Pembenlukan tim manajemen energy dan air di semua gedung
2. Penyusunan pola pemantauan dan evaluasi penggunaan energy dan air
3. Pelaksanaan program penghematan energy dan air secara terencana dan      sistematis
4. Revisi master plan Puspiptek yang berbasasis kawasan hemat energy
5. Penerapan teknologi penghematan energy dan air secara maksimal
6. Meningkatkan kesadaran untuk penghematan energy dan air di seluruh staf, karyawan, dan penghuni kawasan Puspiptek.

Suatu kawasan yang akan dipersiapkan sebagai kawasan hemat energy , maka pada kawasan tersebut perlu dilakukan audit energy , audit air, audit limbah. Audit sistem transportasi, dan audit disain dan tata ruang. Audit sistem transportasi, dan audit disain dan tata ruang.

Kawasan Puspiptek yang luasnya 460 Ha yang terdiri dari Perkantoran 380 Ha dan Perumahan 80 Ha. Pada area Perkantoran terdapat 31 Laboratorium dengan pegawai sekitar 3000 orang dengan letak antara klaster satu dengan lainnya cukup jauh. Pada area perumahan terdiri dari Blok 1 s.d Blok VI mempunyai 595 Kepala Keluarga dan letaknya menyebar.

Langkah awal untuk menjadi kawasan Hemat energy, Puspiptek pada tahun ini melakukan audit, energy , dalam hal ini audit energy listrik di gedung TMCl . TMC2 (MEPPO) dan GWB, Kegiatan audit air yang dilakukan merupakan audit pendahuluan untuk mengetahui system pengolahan dan pendistribusian air bersih.

Kegiatan yang telah dilakukan adalah Pembentukan Tim Manajemen Energi Puspiptek yang beranggotakan ketua Tim Eenergi Pusat/balai/Lab dan diperkuat dengan Tim Teknis untuk Kawasan yang merupakan suatu wadah komunikasi dan bertukar pikiran dalam upaya penghematan energi di kawasan Puspiptek, melakukan pertemuan berkala untuk mengevaluasi pemakaian energi dan status upaya penghematan energi.

Dalam implementasinya tim manajemen energi dibantu oleh konsultan teknis yaitu membantu pengembangan sistem, evaluasi dan analisis kinerja sistem, pembinaan dan pelatihan sdm; dan tim pelaksana yaitu membantu pelaksanaan kegiatan manajemen energi yang bersifat Rutin (pencatatan, pemantauan), pengembangan sistem, dll.

B. Kegiatan yang telah dilakukan.
TIM energi Puspiptek bekerjasama dengan lim energi Balai BesarTeknnlngi Encrgi (B2TE) telah melakukan kegiatan : Audit energi listrik dan air.

a. Audit Energi Listrik
Kegiatan Audit Energi listrik yang telah dilakukan mengikuti langkah-langkah : audit pendahuluan yaitu melakukan diskusi, pengumpulandata sekunderdan dilanjutkan dengan peninjauan lapangan untuk melihat dan menentukan titik pengukuran dan mengidentifikasi kebocoran. Pengukuran sistem kelistrikan dilakukan secara on-line selama 24 jam untuk beberapa hari (4-7 hari) dan secara manual. Untuk tahap awal lelah dilakukan pengukuran untuk gedung Technical Management Centre (TMC) yang lerdiri dari gedung TMC 1 (Puspipleki) selama 4 hari yaitu 08-12 Agustus 2008, Graha Widya Bjhakti (GWB) selama 7 hari yaitu l2-19 Agustus 2008 dan TMC2 (MEPPO) selama 7 hari 19-26 Agustus 2008. Pengukuran ini dilakukan pada hari kerja dan libur untuk mengetahui beban kerja atau penggunaan energi listrik. Selanjutnya data tersebut diolah dan dianalisa untuk melihat potensi penghematan energi yang dapat dilakukan atau direkomendasikan. Hasil ini dipresentasikan di manajemen Puspiptekdan didiskusikan. Setelah itu di buat laporan akhir dan mengimplementasikannya.

b. Audit Air
Untuk audit air telah dilakukan audit pendahuluan dan diperoleh gambaran awal sistem pengelolaan air di Kawasan Puspiptek yaitu peta sistem pengolahan dan pendistribusian air (bersih) di Kawasan Puspiptek (perkantoran dan perumahan dinas); dan Peninjauan ke beberapa instansi; (1) Instalasi pemompaan bahan baku air Sungai Cisadane, (2) Pengolahan/penjernihan air, dan (3) Menara Air.
c. Audit limbah dan transportasi saat ini belum dilakukan.

C. Hasil sementara
a. Berdasarkan data sekunder

Sumber energi listrik utama gedung TMC dalam rnenjalankan kegiatannya sehari-hari seluruhnya berasal dari pasokan energi listrik PLN, dengan kontrak daya sebesar 1860 kVA dengan tarif golongan P2 dengan jenis sambungan tegangan menengah (TM) 20 kV.

Pencatatan waktu penggunaan lisrtik yang dilakukan PLN ada 2 jenis yaitu ; Luar Waktu Beban Puncak (LWBP), pukul 22:00 hingga pukul 18 :00 keesokan harinya dan Waktu Beban Puncak (WBP), pukul I8:00 hingga pukul 22:00, selain itu PLN juga melakukan pencatatan meter konsumsi energi reaktif (kVARh).

Hasil yang didapat dari data sekunder yaitu data penggunaan energi listrik berdasarkan pembayaran rekening perbulan selain tahun 2007-2008 adalah untuk konsumsi energi (LWBP+WBP) rata-rata bulanan sebesar 96.410 kWh dan kVARh rata-raia sebesar bulanan 23.686 kVARh, dengan rata-rata harian sebesar 3.162 kWh dan 776*kVARh. Sedangkan biaya listrik rata-rata bulanan adalah sebesar Rp. 99.382.526.-, komponen biaya terbesar adalah biaya bcban sebesar Rp. 44.628.000,- (+ 50% rata-rala biaya listrik bulanan). Seiairt itu masih terdapat biaya kelebihan penggunaan kVARh yaitu rata-rata/bln sebesar Rp. 15.093.827,-

Komposisi besar biaya listrik TMC pada tahun 2007 - 2008 identik. dimana biaya beban menyerap 44,5% biaya, ini tak lain adalah biaya tetap bulanan. Biaya konsumsi energi listrik LWBP menyerap pembiayaan hingga 32%, dan WBP menyerap pembiayaan 9%, sedangkan biaya kelebihan konsumsi kVARh sebesar 15%

D. Kesimpulan

Kesimpulan
Kawasan Puspipek yang akan dijadikan sebagai kawasan percontohan hemat energi perlu upaya yang nyata dalam mendukung program tersebut terutama aspek pendanaan, SDM, dan sarana yang terkait oleh Kementrian/Lembaga yang mempunyai fasilitasdi kawasan Puspiptek.
Program audit yang terkait dengan hemat energy seperti audit air, audit limbah perlu segera dilakukan oleh semua Pusat/Balai/Lab untuk mendapatkan rekomendasi yang lebih nyata tentang apa
yang akan diterapkan di kawasan Puspipiek.

Hasil audit listrik di gedung TMCI, TMC2. dan GWB yang didapat sementara menunjukan bahwa konsumsi energi listrik maksimum masih rendah sebesar 375:5 kW (20,2%) dan daya terpasan sebesar 1860 kVA, maka masih terdapat peluang penghematan energi dari penurunan beban, perbaikan faktor daya. dan pengoperasian peralatan. (Harian Tanggerang, 16 Januari 2009/humasristek)



Saran:
Untuk menjadikan kawasan Puspiptek menjadi kawasan percontohan hemat energi maka disarankan perlu dilakukan perbaikan dan penataan sarana dan prasarana dikawasan baik gedung maupun lingkungan. dan untuk pembangunan yang akan dalang harus sesuai dengan "konsep kawasan hemat energi baik gedung, lokasi atupun lainnya. Semua laboratoria sebaiknya dilakukan audit untuk mengetahui konsumsi energi listrik dan potensi penghematan yang dapat dialkukan. Serta kesadaran karya wan di kawasan sangan mendukung tercapainya program ini.

Senin, 01 Maret 2010

Good Corporate Governance

Pendahuluan
Dalam rangka economy recovery, pemerintah Indonesia dan International Monetary Fund (IMF) memperkenalkan dan mengintroduksir konsep good corporate governance (GCG) sebagai tata cara kelola perusahaan yang sehat (Sulistyanto & Lidyah, 2002). Konsep ini diharapkan dapat melindungi pemegang saham (stockholders) dan kreditur agar dapat memperoleh kembali investasinya. Penelitian yang dilakukan oleh Asian Development Bank (ADB) menyimpulkan penyebab krisis ekonomi di negara-negara Asia, termasuk Indonesia, adalah (1) mekanisme pengawasan dewan komisaris (board of director) dan komite audit (audit committee) suatu perusahaan tidak berfungsi dengan efektif dalam melindungi kepentingan pemegang saham dan (2) pengelolaan perusahaan yang belum profesional. Sehingga penerapan konsep GCG di Indonesia diharapkan dapat meningkatkan profesionalisme dan kesejahteraan pemegang saham tanpa mengabaikan kepentingan stakeholders.

Good corporate governance secara definitif merupakan sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan untuk menciptakan nilai tambah (value added) untuk semua stakeholder. Ada dua hal yang ditekankan dalam konsep ini, pertama, pentingnya hak pemegang saham untuk memperoleh informasi dengan benar (akurat) dan tepat pada waktunya dan, kedua, kewajiban perusahaan untuk melakukan pengungkapan (disclosure) secara akurat, tepat waktu, dan transparans terhadap semua informasi kinerja perusahaan, kepemilikan, dan stakeholder (YPPMI & SC, 2002). Atau secara singkat, ada empat komponen utama yang diperlukan dalam konsep GCG ini, yaitu fairness, transparancy, accountability, dan responsibility. Keempat komponen tersebut penting karena penerapan prinsip GCG secara konsisten terbukti dapat meningkatkan kualitas laporan keuangan (Beasly et al., 1996). Chtourou et al. (2001) juga mencatat prinsip GCG yang diterapkan dengan konsisten dapat menjadi penghambat (constrain) aktivitas rekayasa kinerja yang mengakibatkan laporan keuangan tidak menggambarkan nilai fundamental perusahaan.

Rekayasa kinerja yang dikenal dengan istilah earnings management ini sejalan dengan teori agensi (agency theory) yang menekankan pentingnya pemilik perusahaan (principles) menyerahkan pengelolaan perusahaan kepada profesional (agents) yang lebih mengerti dan memahami cara untuk menjalankan suatu usaha (YPPMI & SC, 2002). Namun pemisahaan ini mempunyai sisi negatif, keleluasaan manajemen untuk memaksimalkan laba akan mengarah pada proses memaksimalkan kepentingan manajemen sendiri dengan biaya yang harus ditanggung pemilik perusahaan. Kondisi ini terjadi karena asimetri informasi (information asymmetry) antara manajemen dan pihak lain yang tidak mempunyai sumber dan akses yang memadai untuk memperoleh informasi yang digunakan untuk memonitor tindakan manajemen (Richardson, 1998; DuCharme et al., 2000). Rekayasa ini merupakan upaya manajemen untuk mengubah laporan keuangan dengan tujuan untuk menyesatkan pemegang saham yang ingin mengetahui kinerja ekonomi perusahaan atau untuk mempengaruhi hasil kontraktual yang mengandalkan angka-angka akuntansi yang dilaporkannya (Healy & Wahlen, 1998; DuCharme et al., 2000). Sehingga secara prinsipil manipulasi ini tidak sejalan dengan semangat GCG.

Indonesia mulai menerapkan prinsip GCG sejak menandatangani letter of intent (LOI) dengan IMF, yang salah satu bagian pentingnya adalah pencatuman jadwal perbaikan pengelolaan perusahaan-perusahaan di Indonesia (YPPMI & SC, 2002). Sejalan dengan hal tersebut, Komite Nasional Kebijakan Corporate Governance (KNKCG) berpendapat bahwa perusahaan-perusahaan di Indonesia mempunyai tanggung jawab untuk menerapkan standar GCG yang telah diterapkan di tingkat internasional. Namun, walau menyadari pentingnya GCG, banyak pihak yang melaporkan masih rendahnya perusahaan yang menerapkan prinsip tersebut. Masih banyak perusahaan menerapkan prinsip GCG karena dorongan regulasi dan menghindari sanksi yang ada dibandingkan yang menganggap prinsip tersebut sebagai bagian dari kultur perusahaan. Selain itu, kewajiban penerapan prinsip GCG seharusnya mempunyai pengaruh yang positif terhadap kualitas laporan keuangan yang dipublikasikan. Maka atas dasar uraian tersebut dan sejalan dengan penelitian Chtourou et al. (2001), penelitian ini ingin menguji apakah penerapan prinsip GCG mempunyai pengaruh positif terhadap kualitas laporan keuangan yang diukur dari keberhasilan ditekannya upaya rekayasa yang dilakukan manajemen.

B. Perumusan Masalah
Secara empiris terbukti bahwa penerapan prinsip good corporate governance (GCG) dapat meningkatkan kualitas laporan keuangan dan menjadi constrain bagi aktivitas rekayasa kinerja yang dilakukan manajemen. Secara teoritis rekayasa yang dikenal dengan istilah earnings management ini bertujuan untuk menyesatkan pemakai laporan keuangan yang ingin mengetahui kinerja perusahaan dan untuk mempengaruhi hasil kontraktual yang mengandalkan angka-angka akuntansi. Rekayasa keuangan ini tidak sejalan dengan semangat GCG yang menekankan pentingnya keterbukaan, akuntabilitas, dan transparansi informasi yang akurat dan menggambarkan nilai fundamental perusahaan. Sehingga penerapan prinsip GCG di Indonesia sebenarnya diharapkan juga mempunyai pengaruh yang positif terhadap kualitas laporan keuangan yang tercermin dari menurunkan tingkat rekayasa yang dilakukan manajemen. Maka berdasarkan uraian tersebut, permasalahan dalam penelitiaan ini dirumuskan sebagai berikut: Apakah ada perbedaan antara rekayasa keuangan sebelum dan sesudah penerapan prinsip-prinsip good corporate governance?

C. Tujuan Penelitian
Rekayasa kinerja sebenarnya merupakan fenomena yang logis karena kesuperioran manajemen dalam menguasi informasi seputar perusahaan dibandingkan pihak lain. Namun dalam kerangka economy recovery, rekayasa keuangan ini tidak sejalan dengan semangat good corporate governance (GCG) yang menekankan pentingnya akurasi dalam melaporkan informasi mengenai perusahaan. Keakuratan ini penting agar informasi yang disampaikan dapat menggambarkan nilai fundamental perusahaan yang sesungguhnya, sehingga pemakai laporan keuangan dapat membuat keputusan yang lebih tepat. Sehingga dari uraian tersebut penelitian ini bermaksud menguji dan mencari bukti empiris apakah penerapan prinsip GCG di Indonesia telah memberikan hasil yang menggembirakan yang ditinjau dari turunnya tingkat rekayasa keuangan yang dilakukan manajemen ketika melaporkan kinerjanya. Atau dengan kata lain, ada perbedaan antara rekayasa keuangan yang dilakukan manajemen sebelum dan sesudah penerapan prinsip GCG.

D. Telaah Literatur dan Pengembangan Hipotesis
Asimetri informasi (information asymmetry) antara manajemen dan pemakai laporan keuangan memberi kesempatan dan mendorong manajemen bersikap oportunis dengan memperbaiki profil laba akuntansi (Richardson, 1998; Chambers, 1999). Sikap oportunis ini tidak sejalan dengan semangat good corporate governance (GCG), karena rekayasa keuangan mengakibatkan informasi yang disampaikan menjadi tidak akurat dan tidak menggambarkan nilai fundamental perusahaan. Sikap oportunis ini dinilai sebagai sikap curang (fraud) manajemen yang diimplikasikan dalam laporan keuangannya pada saat menghadapi intertemporal choice (Beneish, 2001). Sikap curang tersebut didefinisikan sebagai satu atau lebih tindakan yang disengaja yang didesain untuk menipu orang lain yang menyebabkan kehilangan kekayaannya (financial). Keberhasilan dari sikap ini dinilai ketika manajemen berhasil menyesatkan pemakai laporan keuangan dalam menilai perusahaannya.

Walaupun "logis" dilakukan manajemen karena kesuperiorannya dalam menguasai informasi, rekayasa ini tidak sejalan dengan semangat GCG yang menekankan pentingnya hak pemakai laporan keuangan untuk memperoleh informasi yang akurat dan kewajiban perusahaan untuk memberikan informasi yang akurat (YPPMI & SC, 2002). Chtorou et al. (2001)-dalam penelitiannya yang menguji apakah praktik corporate governance mempunyai pengaruh yang positif terhadap kualitas informasi keuangan yang dipublikasikan-menyimpulkan bahwa penerapan prinsip GCG akan menjadi kendala (constrain) aktivitas earnings management. Penelitian tersebut menggunakan discretionary accruals sebagai proksi rekayasa yang dilakukan manajemen. Beasly et al. (1996) dan Abbott et al. (2000) yang menduga ada hubungan antara penerapan corporate governance dengan berkurangnya kecurangan pada pelaporan keuangan (financial reporting) membuktikan meningkatnya kualitas laporan keuangan karena penerapan prinsip tersebut secara konsisten.

Banyak penelitian yang menguji hubungan antara karakteristik komite audit (committee audit) dan dewan komisaris (board of directors)-syarat penting daalam GCG-dengan upaya earnings management sebagai ukuran keberhasilan penerapan prinsip GCG (Chtourou et al., 2001). Carcello & Neal (2000) dengan menguji proporsi independensi komite audit (committe audit) menyimpulkan adanya hubungan positif antara komite tersebut dengan berkurangnya tekanan manajemen terhadap komite audit pada saat menyusun laporan keuangan. Independensi komite audit merupakan salah satu ukuran penerapan prinsip GCG selain kompetensi dan aktivitas komite audit. Sehingga dapat dikatakan bahwa independensi komite audit mempunyai hubungan positif dengan level rekayasa keuangan yang dilakukan manajemen (Westphal & Zajac, 1997). Sejalan dengan kesimpulan tersebut, Dezoort & Salterio (2001) juga menyimpulkan bahwa komite audit akan mempunyai pengaruh yang positif terhadap rekayasa yang dilakukan manajemen.

Sementara dengan menguji kompetensi anggota komite audit, McMullen & Randghun (1996) menyimpulkan adanya hubungan positif antara kompetensi tersebut dengan menurunnya kemungkinan dilakukannya earnings management. Atau dengan kata lain, semakin kompeten komite audit akan semakin mengurangi kemungkinan praktik rekayasa keuangan yang dilakukan manajemen.

Selain komite audit, dewan komisaris (board of directors) juga merupakan pihak yang mempunyai peranan penting dalam menyediakan laporan keuangan yang reliable. Sehingga secara teoritis keberadaan dewan ini akan mempunyai pengaruh terhadap kualitas laporan keuangan dan dipakai sebagai ukuran tingkat rekayasa yang dilakukan manajemen (Chtourou et al., 2001). Sejalan dengan hal tersebut Beasly (1996) dan Abbots et al. (2000) menguji apakah besarnya dewan komisaris (board size) mempunyai hubungan yang positif dengan kemungkinan kecurangan dalam pelaporan keuangan. Penelitian tersebut tidak menemukan hubungan antara kedua hal tersebut, karena semakin besar dewan direktur semakin tidak efisien dan semakin lemah kontrolnya terhadap manajemen. Lebih lanjut dewan komisaris yang independensi secara umum mempunyai pengawasan yang lebih baik terhadap manajemen, sehingga mengaruhi kemungkinan kecurangan dalam menyajikan laporan keuangan yang dilakukan manajemen (Chtourou et al., 2001). Beasly (1996) juga menemukan hubungan negatif antara besarnya non-executif members dengan tingkat kecurangan tersebut. Sehingga secara singkat dapat dikatakan ada hubungan negatif antara proporsi independensi dewan komisaris dengan level manipulasi yang dilakukan manajemen. Demikian juga kompetensi dewan komisaris yang mempunyai hubungan negatif dengan level manipulasi tersebut. Atau dengan kata lain, semakin kompeten dewan komisaris, semakin mengurangi kemungkinan kecurangan dalam pelaporan keuangan. Maka berdasar uraian di atas, hipotesis dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:

H: Ada perbedaan antara rekayasa keuangan yang dilakukan manajemen sebelum dan sesudah penerapan prinsip good corporate governance.

E. Metode Penelitian
1. Sampel dan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder berupa laporan keuangan (annual report) tahun 1995-2000 perusahaan yang listed di Bursa Efek Jakarta (BEJ). Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah multiple purposive sampling, dengan kriteria: § Perusahaan yang masuk dalam daftar Corporate Governance Perception Index (CGPI), yaitu daftar yang dibuat oleh The Indonesian Institute of Corporate Governance (IICG). Pemilihan sampel penelitian dari daftar ini karena perusahaan-perusahaan ini mempunyai pemahaman yang baik dan telah melaksanakan prinsip-prinsip GCG. § Perusahaan non-lembaga keuangan, dengan tujuan untuk mengantisipasi kemungkinan pengaruh regulasi tertentu yang dapat mempengaruhi variabel penelitian.

TABEL 1
Sampel Penelitian

Identifikasi Perusahaan Jumlah
Perusahaan yang masuk dalam daftar CGPI 52
Perusahaan lembaga keuangan (9)
Data laporan keuangan tidak lengkap (19)
Jumlah Sampel 24
Sumber: data sekunder diolah, 2002.

2. Definisi dan Pengukuran Variabel
Penelitian ini menggunakan discretionary accruals sebagai proksi rekayasa keuangan yang dilakukan manajemen. Discretionary accruals merupakan selisih antara total accruals dan nondiscretionary accruals. Sedangkan total accruals merupakan selisih antara net income dan cash flow from operations. Total akrual dipecah menjadi komponen discretionary accruals dan nondiscretionary accruals dengan menggunakan modified Jones model (Dechow et al.,1995). Model ini dipakai karena paling baik dalam mendeteksi rekayasa keuangan yang dilakukan manajemen dan memberikan hasil paling robust (Guay et al., 1996; Teoh et al., 1997; Rajgopal et al., 1999).

AC = Net income - Cash flows from operations

Current accruals (CA) didefinisikan sebagai perubahan dalam noncassh current assets dikurangi perubahan dalam operating current liabilities atau dihitung sebagai berikut:

CA = D(current assets-cash) - D(current liabilities-current maturity of long-term debt)

Nondiscretionary accruals (NDA) merupakan accruals yang diekspektasi dengan menggunakan modified Jones model. Expected current accruals sebuah perusahaan ditahun tertentu diestimasi dengan menggunakan cross-sectional ordinary least squere (OLS) regression terhadap current accruals dan perubahan penjualan.

Nondiscretionaty accruals (NDA) dihitung sebagai berikut:

Dimana: = Estimated intercept untuk perusahaan i pada tahun t = Slope untuk perusahaan i pada tahun t
TAI,t-1 = Total assets pada periode t-1
DSales = Perubahan penjualan
DTR = Perubahan dalam piutang dagang

Discretionary current accruals (DCA) untuk sebuah perusahaan pada tahun tertentu dihitung sebagai berikut:

Untuk menghitung discretionary dan nondiscretionary long-term accruals (DLTA dan NDLTA) , harus menghitung discretionary dan nondiscretionary total accruals (DTA dan NDTA). Discretionary total accruals (NDTA) sebuah perusahaan ditahun tertentu dihitung meregresi total accruals (AC) sebagai dependen variabel dan gross property, plant, and equipment (PPE) sebagai additional explanatory variable.

Nondiscretionary total accruals (NDTA) dihitung sebagai berikut:

Dimana: = Estimated intercept perusahaan i pada tahun t = Slope untuk perusahaan i pada tahun t
PPE = Gross property, plant, and equipment
TAI,t-1 = Total assets pada periode t-1

3. Metode Analisis
§ Analisis Deskripstif. Untuk mengestimasi nilai NDTAC dan NDCA dilakukan regresi terhadap nilai perubahan penjualan (change in sales), perubahan piutang dagang, dan gross property, plant, and equipment (PPE) sebagai variabel independennya. Dari nondiscretionary accruals tersebut dihitung discretionary accruals.

§ Uji Beda. Uji beda dilakukan terhadap nilai discretionary accruals sebelum dan sesudah diterapkannya prinsip-pinsip GCG untuk mengetahui tingkat penurunan rekayasa yang dilakukan manajemen. Untuk cut off waktu penerapan prinsip GCG digunakan tulisan dalam buku "The Essence of Good Corporate Governance" yang menyebutkan prinsip tersebut diterapkan di Indonesia sejak ditandatanganinya LOI antara Indonesia dan IMF, yaitu tahun 1998 (YPPMI & Sinergy Communication, 2002: 173). Sehingga periodesasi penerapan prinsip GCG dilakukan sebagai berikut:
1. Tahun 1996-1997 merupakan periode sebelum diterapkannya prinsip GCG.
2. Tahun 1998 dipakai sebagai cut off periode penerapan prinsip GCG.
3. Tahun 1999-2000 merupakan periode kewajiban penerapan prinsip GCG.

F. Hasil dan Analisis
Dengan menggunakan modified Jones model untuk memisahkan total accruals menjadi discretionary accruals dan nondiscretionary accruals. Penelitian menggunakan discretionary accruals perusahaan sampel selama lima tahun, yaitu tahun 1996 (t-2) dan 1997 (t-1) sebagai periode sebelum diterapkannya prinsip-prinsip GCG, tahun 1998 (t) sebagai tahun munculnya kewajiban penerapan prinsip GCG, serta 1999 (t+1) dan 2000 (t+2) sebagai periode kewajiban penerapan prinsip GCG. Hasil penghitungan discretionary accruals ditunjukkan di Tabel 2.

 
TABEL 2
Discretionary Accrual Selama Periode Pengamatan
 
t-2 t-1 t t+1 t+2
Mean -25009.92 -222806.60 -376456.40 -310024.20 -331029.60
Median -11836.00 -63629.00 -414736.00 -144192.50 -166891.00
Sumber: data sekunder diolah, 2002.

Tabel 3 menunjukkan nilai mean dan median discretionary accruals selama periode bernilai negatif. Hal ini merupakan indikasi bahwa rekayasa yang dilakukan manajemen bersifat income decreasing. Kondisi ini terjadi karena kemungkinan besar manajemen bersikap konservatif dalam melaporkan kinerjanya, yaitu dengan mengakui biaya masa depan (future cost) menjadi biaya sekarang (current cost) yang mengakibatkan kinerja lebih rendah dari kinerja fundamentalnya. Tabel 3 juga menunjukkan bahwa nilai discretionary accruals tahun 1996 (t-2) dan 1997 (t-1) (-25009.92 dan -222806.60) lebih tinggi dibanding dengan nilai discretionary accruals tahun 1999 (t+1) dan 2000 (t+2) (-310024.20 dan -331029.60). Penurunan nilai discretionary accruals yang mencolok ini di tahun 1999 (t+1) dan 2000 (t+2) kemungkinan besar karena pengaruh krisis ekonomi yang melanda Indonesia sejak tahun 1997. Tahun 1998 (t) mempunyai nilai discretionary accruals paling rendah, yaitu -376456.40. Hal ini terjadi karena kemungkinan besar pada tahun tersebut krisis ekonomi di Indonesia mencapai puncaknya.

GRAFIK 1
Discretionary Accrual Selama Periode Pengamatan

Sumber: data sekunder diolah, 2002.
Selanjutnya discretionary accruals akan dipecah menjadi dua, yaitu discretionary current accruals-akrual yang dihitung dari aktiva lancar-dan discretionary long-term accruals-akrual yang dihitung dari aktiva tetap. Pemecahan ini untuk mengidentifikasikan apakah rekayasa keuangan yang dilakukan terhadap aktiva lancar ataukah aktiva tetap. Hasil pemecahan ditunjukkan di Tabel 3.

 
TABEL 3
DCA dan DLTA Selama Periode Pengamatan
 
t-2 t-1 t t+1 t+2
Discretionary Cuurent Accruals (DCA)
Mean -0.0560 -0.0210 -0.0260 -0.0130 0.0106
Median 0.0000 -0.0210 -0.0110 -0.0510 0.0384
Discretionary Long-term Accruals (DLTA)
Mean -25009.92 -222806.60 -376456.40 -310024.20 -331029.60
Median -11836.00 -63629.00 -414736.00 -144192.50 -166891.00
Sumber: data sekunder diolah, 2002. 

Tabel 3 menunjukkan nilai DLTA untuk semua periode pengamatan selalu lebih besar daripada nilai DCA. Hal ini mengindikasikan manajemen cenderung memilih menggunakan item yang aktiva tetap (dan aktiva jangka panjang) untuk melakukan rekayasanya. Selanjutnya uji beda (t-test) akan dilakukan terhadap nilai discretionary accruals sebelum dan sesudah penerapan prinsip good corporate governance pada tahun 1998. Nilai discreationary accruals sebelum penerapan merupakan rata-rata discretionary accruals t-2 dan t-1 (1996 dan 1997). Sedangkan nilai discretionary accruals sesudah penerapan merupakan rata-rata discretionary accruals t+1 dan t+2 (1999 dan 2000). Hasil pengujian ditunjukkan pada Tabel 4.

 
T ABEL 4
Uji Beda Sebelum dan Sesudah Penerapan GCG
 
p-value t-value
Sebelum-sesudah 0.291 -1.081
Sumber: data sekunder diolah, 2002.
Keterangan :  *   : Signifikan pada level 0.05 (2 sisi)
  **  : Signifikan pada level 0.10 (2 sisi)

Hasil pengujian terhadap discretionary accruals menunjukkan discretionary accruals sebelum dan sesudah penerapan prinsip good corporate governance tidak berbeda secara signifikan. Nilai p-value 0.291 dan t-value -1.081 mengindikasikan tidak ada perbedaan yang signifikan antara rekayasa kinerja yang dilakukan manajemen sebelum dan sesudah kewajiban penerapan prinsip GCG.

G.Kesimpulan
Penelitian ini bertujuan untuk mendukung dugaan bahwa penerapan prinsip good corporate governance (GCG) secara signifikan akan mengurangi upaya rekayasa keuangan yang dilakukan manajemen. Namun penelitian ini tidak berhasil membuktikan dugaan tersebut, karena dari hasil uji beda terbukti tidak adanya perbedaan tingkat rekayasa antara sebelum dan sesudah kewajiban penerapan prinsip tersebut, sehingga bisa disimpulkan bahwa GCG belum berhasil diterapkan di Indonesia. Hasil ini tidak konsisten dengan penelitian-penelitian terdahulu yang menguji hubungan penerapan prinsip tersebut dengan rekayasa (earnings management) yang dilakukan manajemen perusahaan, misalnya Beasly (1996), McMullen & Randghun (1996), Westphal & Zajac (1997), Abbott et al. (2000), Carcello & Neal (2000), Chtourou et al. (2001), Dezoort & Salterio (2001). Selain hasil tersebut, hal menarik yang ditemukan dalam penelitian ini, yaitu (1) manajemen memilih menggunakan item aktiva tetap dan jangka panjang sebagai dasar rekayasa keuangan dan (2) manajemen menggunakan earnings management berpola income decreasing (penurunan laba) untuk melakukan rekayasanya yang diindikasikan dari nilai discretionary accruals yang negatif. Sedangkan setelah tahun 1998, income decreasing yang terjadi kemungkinan besar juga dipengaruhi oleh krisis ekonomi yang melanda Indonesia sejak pertengahan 1997-an.

H. Keterbatasan dan Implikasi
Keterbatasan dalam penelitian ini adalah: (1) data yang digunakan relatif sedikit yang disebabkan peneliti kesulitan memperoleh data dalam jangka panjang untuk perusahaan-perusahaan yang masuk dalam daftar Perception Index of Corporate Governance (PICG) dan (2) cut off waktu pemisahan periode sebelum dan sesudah penerapan prinsip-prinsip good corporate governance secara metodologis masih lemah karena menggunakan asumsi. Implikasi dari keterbatasan tersebut adalah (1) menghilangkan pengaruh krisis ekonomi yang mempunyai kemungkinan mempengaruhi variabel penelitian dan (2) membandingkan manipulasi yang dilakukan perusahaan sampel dengan perusahaan yang tidak masuk daaaalam daftar PICG (matched pair design). Selain hal tersebut, penelitian diharapkan dapat dapat menjadi masukan bagi pemerhati dan pembuat keputusan yang berkaitan dengan penerapan GCG di Indonesia.

I. Daftar Pustaka
Abbott. L.J., S. Parker, dan G.F. Peters, 2000, "The Effectiveness of Bluer Ribbon Committee Recommendations in Mitigating Financial Misstatement: An Empirical Studi", Working paper.

Beasly, C., M. Defond, J. Jiambalvo, dan K.R. Subramanyam, 1998, " The Effect of Audit on The Quality of Earnings Management", Contemporary Accounting Research, 15 (Spring).

Beneish, Messod D., 2001, "Earnings Management: A Perspective", Working paper, April.

Carcello, J.V. dan T.L. Neal, 2000, "Audit Committee Characteristics and Auditor Reporting", The Accounting Review, 75 (Oktober)

Chtourou, Sonda Marrakchi, Jean Bedard, dan Lucie Courteau, 2001, "Corporate Governance and Earnings Management", Working paper, April.

Chambers, Dennis J., 1999, "Earnings management and Capital Market Misallocation", Working paper, Desember.

DeFond, Mark L., dan James Jiambalvo, 1994, "Debt Covenant Violation and Manipulation of Accruals", Journal of Accounting and Economics, 17.

Dechow, Patricia M., Richard G. Sloan dan Amy P. Sweeny, 1995, "Detecting Earnings Management", The Accounting Review, 7(2), April.

Dechow, Patricia M., 1994, "Accounting Earnings and Cash Flows as Measures of Firm Performance: The Role of Accounting Accruals", Journal of Accounting and Economics, (18).

Dezoort, F.T. dan S. Salterio, 2002, " The Effects of Corporate Governance Experience and Financial Reporting and Audit Knowledge on Audit Committee Members' Judgments", Auditing: A Journal of Practice & Theory, 21 (Fall): Forthcoming.

Friedlan, J., 1994, "Accounting Choices by Issuers of Initial Public Offerings", Comtemporery Accounting Research, Summer.

Hall, Steven C., dan William W. Stammerjohan, 1997, "Damage Awards and Earnings Management in The Oil Industry", The Accounting Review, 72 (1), Januari .

Healy, Paul M., dan James M. Wahlen, 1998, "A Review of the Earnings Management Literature and Its Implications for Standard Setting", Working paper.

Kim, Jeong Bong, I. Krisky dan J.Lee, 1993, "Motives for Going Public and Underpricing: New Findings From Korea", Journal of Business Financial and Accounting, 20(2), Januari.

Luhukay, Jos, 2002, "Tata Pamong dan Nilai Perusahaan", Warta Ekonomi, No. 21/XIV/2 September.

Mayangsari, Sekar, dan Murtanto, 2002, "Reaksi Pasar Modal Indonesia Terhadap Pembentukan Komite Audit", Proceeding Simposium Surviving Strategies to Cope With the Future, Fakultas Ekonomi Universitas Atma Jaya Yogyakarta.

McCulloch, Brian W., 1998, "Relation Among Component of Accruals Under Earnings Management", Working paper, September.

McMullen, D. A. dan K. Raghundan, 1996, "Enhancing Audit Committee Effectiveness", Journal of Accountancy, 182 (Agustus).

Morris, Richard D., 1987, "Signalling, Agency Theory and Accounting Policy Choice", Accounting and Business Research, Vol.18, No.69.

Perry, Susan E, dan Thomas H. William, 1994, "Earning Management Preceding Management Buyout Offers", Journal of Accounting and Economics, 18.

Rafick, Ishak, 2002, "Menggugat Fungsi Komisaris Independen", SWA, No.15/XVII/15 Juli-7 Agustus.

Richardson, Vernon J., 1998, "Information Asymmetry ans Earnings Management: Some Evidence", Working paper, 30 Maret.

Ritter, Jay R., 1991, "The Long-run Performance of Initial Public Offering", Journal of Finance, XLVI (1).

Simanjuntak, Djisman S., 1999, "An Inquiry Into the Nature, Causes and Consequences of the Indonesian Crisis", Journal of the Asia-Pasific Economy, Vol.4 No.1.

Simanjuntak, Djisman S., 2002, "Good Corporate Governance in Post-crisis Indonesia: Initial Conditions, Windows of Opportunity and Reform Agenda", Working paper.

Sulistyanto, H. Sri, dan Rika Lidyah, 2002, "Good Governance: Antara Idealisme dan Kenyataan", MODUS, Vol.14 (1), Februari.

Sulistyanto, H. Sri, 2002, "Analisis Manajemen Laba Pada Saat Initial Public Offerings: Indikasi Sikap Oportunistik Manajemen", Tesis, Program Pasca Sarjana UGM.

Sulistyanto, H. Sri, dan Meniek S. Prapti, 2003, "Good Corporate Governance: Bisakah Meningkatkan Kepercayaan Masyarakat, EKOBIS, Vol.4/No.4/Januari.

Teoh, Siew Hong, T.J. Wong, Gita R. Rao, 1997, "Are Accruals During An Initial Public Offering Opportunististic?", Working paper, Juli.

The Business Roundtables (BRT), 2002, "Principles of Corporate Governance", A white paper, Mei.

Sweeney, Amy Patricia, 1994, "Debt-covenant Violations and Managers Accounting Responses", Journal of Accounting and Economics, 17.

Warta Ekonomi, No. 21/XIV/2 September 2002.

Wright, D.W., 1996, "Evidence on The Relation Between Corporate Governance Characteristics and The Quality of Financial Reporting", Working paper.

J. Daftar Sampel
No. Nama Perusahaan Indeks
1 Tambang Timah Tbk. 78.94
2 Astra International Tbk. 77.19
3 Medco Energi International Tbk. 69.94
4 Matahari Putar Prima Tbk. 66.06
5 Kalbe Farma Tbk. 65.19
6 Astra Graphia Tbk. 65.00
7 Dankos Laboratories Tbk. 64.75
8 Komatsu Indonesia Tbk. 59.44
9 Gajah Tunggal Tbk. 51.13
10 Telkom Tbk. 48.94
11 Indosat Tbk. 41.94
12 Barito Pasific Timber Tbk. 37.31
13 PP London Sumatera Plantation Tbk. 36.69
14 Indofood Sukses Makmur Tbk. 35.13
15 Mulia Industrindo Tbk. 33.94
16 Indocement Tunggal Perkasa Tbk. 31.00
17 Tempo Scan Pasific Tbk. 31.00
18 HM Sampoerna Tbk. 28.19
19 Multipolar Tbk. 25.50
20 Budi Acid Jaya Tbk. 22.06
21 Fajar Surya Wisesa Tbk. 21.94
22 Indorama Syntetics Tbk. 19.69
23 Gudang Garam Tbk. 16.69
24 Indah Kiat Pulp & Paper Tbk. 14.69
Sumber: YPPMI & Sinergy Communication, 2002.

Kesimpulan: Good corporate governance secara definitif merupakan sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan untuk menciptakan nilai tambah (value added) untuk semua stakeholder. Ada dua hal yang ditekankan dalam konsep ini, pertama, pentingnya hak pemegang saham untuk memperoleh informasi dengan benar (akurat) dan tepat pada waktunya dan, kedua, kewajiban perusahaan untuk melakukan pengungkapan (disclosure) secara akurat, tepat waktu, dan transparans terhadap semua informasi kinerja perusahaan, kepemilikan, dan stakeholder (YPPMI & SC, 2002). Penelitian ini bertujuan untuk mendukung dugaan bahwa penerapan prinsip good corporate governance (GCG) secara signifikan akan mengurangi upaya rekayasa keuangan yang dilakukan manajemen. Namun penelitian ini tidak berhasil membuktikan dugaan tersebut, karena dari hasil uji beda terbukti tidak adanya perbedaan tingkat rekayasa antara sebelum dan sesudah kewajiban penerapan prinsip tersebut, sehingga bisa disimpulkan bahwa GCG belum berhasil diterapkan di Indonesia.

AUDIT SUMBER DAYA MANUSIA (SDM)

AUDIT SUMBER DAYA MANUSIA (SDM)

a. Pengertian

Salah satu fungsi manjemen adalah pengawasan, “Controlling” yang bertujuan untuk menjaga serta mengamankan harta milik perusahaan dari penyimpangan-penyimpangan baik oleh pihak intern perusahaan ataupun eksteren perusahaan tersebut. Adapun berbagai pendekatan yang dapat dilakukan untuk pelaksanaan fungsi tersebut salah satunya adalah dengan audit. Audit bermakna kegiatan pemeriksaaan terhadap suatu kesatuan ekonomi yang dilakukan seseorang/kelompok lembaga yang independent yang bertujuan untuk mengevaluasi atau mengukur lembaga atau perusahaan dalam melaksanakan tugas atau pekerjaan dengan criteria yang ditentukan.

Kembali kepada fungsi Audit ini sendiri dapat dikategorikan ke dalam tiga bidang utamanya yang tentu fokusnya ada pada audit sumber daya manusia, antaranya terdiri atas :

1. Policy audit/manajemen audit atau penilaian yang dilaksanakan secara sistematis dan independent, berorientasi ke masa depan terhadap : keputusan dan kebijakan yang dilakukan oleh manajemen yang bertujuana untuk meningkatkan kualitas SDM melalui perbaikan pelaksanaan fungsi manjemen, pencapaian rencana yang sudah ditetapkan serta pencapaian social objective.

2. Performance/Operasional audit, merupakan suatu kegiatan penilaian yang sistematis yang dilaksanakan secara objective dan independent berorientasi atas masa depan untuk semua kegiatan yang ada dalam suatu perubahan yang utamanya dalam bidang SDM.

3. Financial audit, yang mempunyai orientasi pengujian / penilaian secara independent dan objectif atas tingkat kewajaran dan kecermatan serta data keuangan untuk memberikan perlindungan keamanan asset perusahaan dengan melakukan evaluasi kelayakan internal control yang di tetapkan. Audit ini sendiri dapat dilakukan dalam beberapa situasi, antaranya :

1. ketika dirasa perlu oleh manjemen puncak

2. ketika suatu kekuatan ekternal yang memaksa untuk dilakukan suatu tinjauan.

3. ketika seorang manajer baru yang merasa bertanggung jawab atas dep. SDM

4. ketika suatu perusahaan yang signifikan dalam suatu dunia usaha yang memaksa untuk melakukan considerasi ulang manajemen sdm

5. ketika suatu keinginan spesialist sdm untuk meningkatkan praktik dan sistem sdm perusahaan.

Dalam pelaksanaannya suatu audit harus mengikuti norma yang ditentukan dalam suatu perusahaan masing-masing, yang intinya harus mengandung :

1. independensi/kebebasan

2. kemahiran jabatan

3. Ruang linglup yang mecakup : pengujian dan evaluasi terhadap kecukupan efektifitas sistem pengndalian intern perusahaan dan kualitas manjemen dalam melaksanakan tanggung jawab yang dibebankan kepadanya.

4. Pelaksanaanya mancakup perencanaan audit, pengujian dan evaluasi terhadap informasi, penyampaian hasil audit dan proses tindak lanjut.

5. Pengelolaan Departemen audit harus bertanggung jawab dan layak.

b. Manfaat dan tujuan Feed back dari suatu pelaksanaan audit adalah :

1. Mengidentifikasi kontribusi dep. SDM terhadap perusahaan

2. meningkatkan citra professional dep. SDM

3. mendorong tanggung jawab dan profesionalisme yang lebih besar diantara karyawan dep. SDM

4. memperjelas tugas dan tanggung jawab dep. SDM.

5. menstimulasi keragaman kebijakan dan praktik-praktik SDM

6. menemukan masalah SDM yang kritis

7. menyelesaikan keluhan-keluhan dengan peraturan yang berlaku

8. mengurangi biaya SDM melalui prosedur yang efektif

9. meningkatkan kesediaan untuk mau menerima perubahan yang diperlukan dalam dep. SDM

10. memberikan informasi yang cermat atas sistem informasi dep.SDM

sedangkan tujuannya adalah :

1. menilai efektifitas SSM

2. mengenali aspek-aspek yang masih dapat di perbaiki

3. mempelajari aspek-aspek tersebut secara mendalam

4. menunjukkan kemungkinan perbaikan serta membuat rekomendasi untuk pelaksanaan perbaikan tersebut.

Dalam pelaksanaanya audit SDM ini hendaklah selalu memanfaatkan berbagai sumber data yang ada diantaranya :

1. pemeriksaan fisik perusahaan

2. konfirmasi

3. dokumentasi

4. observasi

5. pertanyaan pada klien

dari sumber data yang tersebut diatas diharapkan akan membuat suatu audit dapat menjawab prospek dan tantangannya di masa depan,antaranya :

1. globalisasi

2. hak-hak pekerja

3. performance pekerja

4. hambatan – hambatan SDM.

c. insrumen audit SDM

Dalam pengumpulan informasi tentang aktifitas-aktifitas SDM, ada beberapa instrumen yang dapat digunakan, diantaranya :

1. wawancara

2. kuisioner

3. informasi eksternal

4. analisis catatan

5. eksperimen-eksperimen riset

6. audit-audit internasional

1. e. laporan audit

laporan audit SDM terdiri dari beberapa bagian yang ditujukan untuk Manajer lini,manajer SDM, manajer Sumber Daya, yang formatnya terdiri atas :

- Judul

- Daftar Isi

- Ringkasan dan kesimpulan

- Masalah-masalah pokok

- Kesimpulan dan saran

- Tubuh (data, fakta pandangan dan alasan )

- Sumber data

- Lampiran yang dianggap penting.

KASUS LAPORAN AUDIT BENTUK NARASI

Latar Belakang

Pada 11 September 2001 yang lalu, Bali dikejutkan dengan adanya perbuatan anarki segelintir orang yang mencoba mengacaukan Bali sebagai urat nadi wisata Indonesia dengna Bom Bali-nya (Bali Blast).

Dari hal tersebut sejumlah perusahaan yang bergerak langsung maupun tidak langsung dalam industri pariwisata seperti : hotel, restaurant, tour and Travel, Distributor makanan dan minuman, tidak terkecuali usaha kebandarudaraan yang dikelola oleh PT (Persero) Angkasa Pura I Bandar Udara Ngurah Rai tuban, menjadi menurun tingkat aktivitasnya.

Peristiwa ini juga berimbas besar dalam operasional PT Jasa Angkasa Semesta (JAS) yang merupakan perusahaan Ground Handling yang telah dipercayai dan ditugasi oleh PT (Persero) Angkasa Pura I Bandar Udara Ngurah Rai dalam hal pelayanan darat pesawat yang berkaitan dengan penumpang dan bagasi.

Imbas “Bali Blast” tersebut berdampak pada kinerja divisi Sumber Daya Manusia dalam mengelola karyawannya, telah tercatat sejak tahun 2001 sampai pertengahan tahun 2004 ini jumlah karyawan PT JAS sebanyak + 300 orang, dengan semakin menurunnya pemasukan yang diterima perusahaan, maka hal ini berdampak sangat serius bagi perkembangan dan kinerja karyawan sebagai faktor operasional perusahaan, permasalahan mulai muncul setahap demi setahap mulai dari perampingan tenaga kerja, penciutan waktu kerja, dan pengurangan upah / gaji yang telah diterima karyawan selama ini, berbagai cara dilakukan oleh Manajemen SDM dalam menyikapi hal tersebut akan tetapi selalu saja tidak mendapatkan solusi dan tindak lanjut akan keputusan yang didapat, untuk itu Manajemen SDM perlu kiranya membentuk sebuah tim Audit yang terdiri dari Manajemen SDM dan konsultan Audit yang berasal dari ekstern perusahaan.

Analisa Kasus

Dalam kaitan kasus ini, maka Manajemen SDM bersama tim Audit melakukan langkah-langkah Audit untuk mengambil keputusan yang terbaik yang akan dilakukan manajamen SDM; dengan langkah-langkah sebagai berikut :

· Pengamatan Kegiatan

· Penjelasan Kegiatan yang dirangkum dalam sebuah jurnal

· Peragaan kegiatan, dalam bentuk presentasi kepada Karyawan dan Manajemen SDM pada khususnya

· Telaah Dokumen yang terkait dengan karyawan

· Pemeriksaan karyawan secara teliti

· Pembuktian

· Wawancara

· Survei

· Simpulan, yang akan dipakai untuk mengambil keputusan baik buruknya bagi Manajemen SDM PT JAS

Gambar 1.1

Proses Audit Manajemen Sumber Daya Manusia PT JASA ANGKASA SEMESTA :

Keterangan :

Pendekatan Komperatif

Tim audit sumber daya manusia membandingkan perusahaan (divisi) dengan perusahaan atau divisi lainnya guna menyingkap bidang-bidang yang berkinerja buruk. Pendekatan lini lazimnya digunakan untuk membandingkan hasil-hasil dari aktivitas-aktivitas atau program sumber daya manusia spesifik. Pendekatan ini membantu mendeteksi bidang-bidang yang membutuhkan pembenaran

Pendekatan otoritas pihak luar

Tim audit sumber daya manusia bergantung pada keahlian-keahlian konsultan dari luar atau temuan-temuan riset yang dipublikasikan sebagai suatu standar terhadapnya aktivitas-aktivitas atau program sumber daya manusia dievaluasi. Konsultan ataupun temuan-temuan riset dapat membantu mendiagnosis penyebab masalah-masalah yang timbul

Pendekatan Statistikal

Dari catatan-catatan yang ada, tim audit sumber daya manusia menghasilkan standar-standar statistical terhadapnya aktivitas-aktivitas dan program-program sumber daya manusia dievaluasi. Dengan standar matematis ini, tim audit dapat menemukan kesalahan-kesalahan pada saat kesalahan-kesalahan tersebut masih kecil, berupa Data yang dikumpulkan per tahun, metode kuantitatif seperti :

· Regresi : memanfaatkan hubungan antara dua atau lebih variabel kuantitatif sehingga satu variabel dapat diprediksikan dari variabel lainnya

· Korelasi : mengukur tingkat asosiasi yang ada antara dua atau lebih variabel

· Diskriminan : mengidentifikasi faktor-faktor yang membedakan antara dua atau lebih kelompok dalam suatu populasi

Pendekatan Kepatuhan

Dengan mengambil sample elemen-elemen system informasi sumber daya manusia, tim audit mencari penyimpangan-penyimpangan dari berbagai peraturan, kebijakan, serta prosedur-prosedur perusahaan, melalui upaya-upaya pencarian fakta, tim audit dapat menemukan apakah terdapat kepatuhan berbagai kebijakan dan peraturan perusahaan

Pendekatan manajemen berdasarkan tujuan

Pada saat pendekatan manajemen berdasarkan tujuan digunakan terhadap bidang-bidang sumber daya manusia, tim audit dapat membandingkan hasil-hasil actual dengan tujuan-tujuan yang dinyatakan. Bidang-bidang berkinerja buruk dapat dideteksi dan dilaporkan.

Dari hasil perhitungan dan penggunaan alat-alat/instrumen-instrumen audit SDM yang dilakukan oleh tim Audit terhadap Auditee, maka dapat dianalisa bahwa auditee menyatakan Manajemen SDM sudah tidak maksimal dalam kinerjanya.

Rekomendasi

Dari analisa kasus yang dilakukan tim Audit dan Manajemen SDM, maka dapat direkomendasikan bahwa, dalam mengatasi dan meminimalisir keadaan yang terjadi pada tubuh SDM PT JAS, maka perlu diambil tindakan – tindakan, sbb :

· SDM yang ada diefisienkan kinerjanya, dengan sistem penjadwalan jam kerja, dimana 1 minggu yang biasanya karyawan bekerja 6 hari kerja, maka dengan adanya kasus Bali Blast ini maka karyawan hanya bekerja 3 hari dalam satu minggu dengan memakai shift bergiliran, dengan demikian gaji / upah yang diberikan tidak lagi 30 hari akan tetapi mejadi 12 x upah 1 hari kerja.

· Merumahkan sementara SDM yang tidak vital dalam kinerja operasional PT JAS, disinyalir bahwa dari dari 300 orang karyawan, bagian operasional berjumlah 275 karyawan yang bekerja secara shift sebelumnya, yang terdiri dari 100 karyawan service area, 100 karyawan Security, dan 75 Operation darat.

· Apabila kedua hal tidak dapat dilakukan, maka kegiatan mem-PHK karyawan yang tidak memenuhi peraturan dan prasyarat perusahaan, dengan menilik / melihat faktor-faktor yang ada, baik dari segi :

ü Lamanya masa dinas karyawan

ü Tingkat produktivitas karyawan

ü Data Latar belakang dan biografis

ü Riwayat kerja dengan perusahaan

ü Tujuan dan aspirasi pribadi

ü Skor tes

· Diberlakukan karyawan “ Out Sourcing,” dimana karyawan ini direkrut dan dididik oleh biro jasa pekerja pada sebuah perusahaan yang dipekerjakan di PT JAS sebagai tenaga kontrakan, dengan perhitungan gaji yang lebih rendah dari gaji karyawan tetap perusahaan.

Kesimpulan Pada PT Jasa Angkasa Semesta yang bergerak dalam bidang pelayanan darat kebandarudaraan untuk melayani penumpang dan bagasi, dalam kinerjanya terhadap Sumber Daya Manusia Audit berperanan penting dalam mengevaluasi aktivitas sumber daya manusia yang digunakan di dalam sebuah organisasi. Audit dapat meliputi satu divisi atau seluruh organisasi PT Jasa Angkasa Semesta, audit juga memberikan umpan balik mengenai fungsi sumber daya manusia kepada manajer operasi dan spesialis sumber daya manusia.

Beberapa pendekatan riset digunakan untuk mengevaluasi aktivitas sumber daya manusia, pendekatan riset tersebut meliputi : Pendekatan komperatif, pendekatan otoritas pihak luar, pendekatan statistikal, pendekatan kepatuhan, dan pendekatan manajemen berdasarkan tujuan.

Agar informasi yang dihasilkan berguna, maka informasi tersebut disusun ke dalam satu laporan audit. Laporan audit adalah gambaran komprehensif dari aktivitas sumber daya manusia, yang meliputi rekomendasi untuk praktik yang efektif dan rekomendasi untuk memperbaiki praktik yang tidak efektif.

Laporan audit sumber daya manusia dapat disusun untuk manajer operasi, spesialis sumber daya manusia, dan manajer sumber daya manusia.

Sedangkan fungsi daripada Sistem Informasi Sumber Daya Manusia pada PT Jasa Angkasa Semeste merupakan alat untuk menyampaikan informasi dan dokumentasi fakta-fakta yang telah dilakukan oleh tim Audit dan Manajemen Sumber Daya Manusia yang nantinya akan dipergunakan sebagai alat pemutusan masalah.

Kesimpulan: Audit Sumber Daya Manusia (SDM) adalah suatu metode untuk menilai aspek profesionalisme dan fungsi sdm yang dapat membantu manajer dalam mengidentifikasi penyimpangan yang terjadi. Audit dapat dilakukan oleh personil internal atau eksternal. Auditor internal lebih mengetahui mengenai aorganisasi dan berada dalam suatu posisi yang lebih baik untuk menentukan aspek yang memerlukan penilaian.Sedangkan auditor eksternal lebih objektif dan mempunyai keterlibatan diri yang lebih kecil.

Pendekatan-pendekatan dalam Audit Sumber Daya Manusia adalah, sbb:

  1. Pendekatan komperatif
  2. Pendekatan otoritas pihak luar
  3. Pendekatan statistikal
  4. Pendekatan kepatuhan
  5. Pendekatan manajemen berdasarkan tujuan